![]() |
Bahaya Hasad Iri Dan Dengki |
Marilah kita panjatkan
puji syukur kepada Allah yang telah menganugerahkan nikmat Iman, Islam,
Kesehatan sehingga kita dapat menjalankan rutinitas ibadah dan amaliyah dengan
lancar.
Shalawat serta salam semoga tercurah ke pangkuan junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat, dan orang-orang beriman hingga akhir zaman.
Gimana
kabarnya ? Baik-baik ajakan ? Alhamdulillah semoga kita semua selalu istiqamah
dan bermujahadah melawan hawa nafsu.
Tepat satu
tahun saya tidak Upload Artikel dan Video Ruqyah. Melayani ruqyah pun terbatas.
Karena ada penghalang berusaha agar dakwah ini berhenti. Alhamdulillah atas perlindungan
& pertolongan Allah dalam berdakwah sampai detik ini, saya diberikan
keselamatan. Juga saya Berterima-Kasih kepada saudaraku seiman yang selalu
mengikuti acara (tazkiyahtun Nafs) program penyucian jiwa. Bila ada fitnah
menerjang biarlah Allah yang menyelesaikan.
Demi Allah
selama saya masi sehat, nyawa masi ada di tenggorokan, saya tidak ada kata
lelah dan berhenti berdakwah. Selama menangani pasien Ruqyah saya tidak
membedakan Golongan, Suku dan Status apapun. Entah golongan Nu, Muhammadiyah,
Persis. Entah suku Jawa, Sunda, Batak, Entah orang kaya ataupun miskin minta
obat. Selama mau menerima metode Ruqyah sesuai Al-Quran & As-Sunnah pintu
rumah saya terbuka lebar-lebar untuk anda turunlah Rahmat Allah SWT.
Cukuplah bpk/ibu saksikan sebagaimana Allah SWT berfirman :
اِنْ اَحْسَنْتُمْ اَحْسَنْتُمْ
لِاَنْفُسُكُمْ وَاِنْ اَسَأْ تُمْ فَلَهَا
Artinya : “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik
bagi dirimu sendiri, dan jika kamu berbuat jahat maka (akibat kejahatan itu)
menimpa dirimu sendiri”. (QS. Al-Isra’ : 7)
Manusia adalah makhluk unik dan
istimewa. Berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya, kita di anugerahi unsur-unsur
immaterial yang lengkap, yaitu : ruh, akal, hati, dan nafs (syahwat
dan ghadlab) yang terbentuk dalam satu kesatuan yang disebut jiwa (soul).
Dari komponen immaterial ini, manusia hakikatnya sebagai makhluk spiritual.
Masing-masing unsur tersebut memiliki fungsi yang berbeda.
Ruh memiliki sifat yang suci, cenderung kepada
kesejatian (hakikat) dan lebih dekat dengan Allah. Akal berfungsi untuk
berfikir, mengingat, menghitung, dan berlogika. Hati berfungsi untuk meyakini
(beriman), mencintai, membenci, empati, dan hal-hal yang berhubungan dengan
rasa. Sedangkan nafsu merupakan energi jiwa yang berpotensi pada kesenangan dan
kemarahan (nafs al-ammarah).
Bagi yang mampu mengendalikan “jiwa tirani” (al-nafs al-ammarah) dengan selalu mendekatkan diri kepada Allah, maka ia akan menjadi pribadi yang utuh. Sebaliknya, jika seseorang dikendalikan oleh jiwa tirani dengan memenuhi kesenangan-kesenangan dasar (pleasure principle), maka ia akan menjadi pribadi yang pincang. Sebagai makhluk spiritual, kita seharusnya mampu membersihkan hati dengan melakukan latihan-latihan kebaikan untuk melawan kecenderungan nafsu rendah yang menyukai dosa dan kemaksiatan.
Di dalam jiwa kita ada unsur energi
negatif yang dapat menghancurkan diri, lingkungan, dan peradaban, yaitu
“penyakit hati” atau “amradlul qulub” yang menimbulkan sifat sangat buruk. Imam
Al-Ghazali dalam kitab Bidayat Al Hidayah menuturkan bahwa ada tiga
sifat hati yang sangat berbahaya, dimana sifat hati tersebut selalu muncul dari
zaman ke zaman.
Tiga sifat hati tersebut akan membawa kepada
kebinasaan diri dan penyebab dari sifat-sifat tercela lainnya, yaitu : Hasad
(iri hati), Riya (pamer), dan Ujub (angkuh, sombong atau
berbangga diri).
Dari ketiga penyakit hati tersebut yang memiliki
dampak paling dahsyat adalah “hasad” atau dengki.
BACA JUGA : Perbedaan ‘Ain dengan Hasad
Hasad adalah sifat manusiawi dan klaster
problem jiwa yang memiliki dampak luar biasa bagi kehidupan diri, lingkungan,
masyarakat, bahkan peradaban itu sendiri. Betapa banyak perkelahian, percekcokan,
dan peperangan fisik dengan saling membunuh dan meniadakan, diakibatkan oleh
munculnya sikap dengki.
Menurut Asy-Sya’rawi, penyakit jiwa bernama “hasad”
benar-benar nyata. Al-Qur’an sendiri dengan jelas menyebut sifat ini. Dalam
Al-Quran disebutkan tentang sikap sebagian ahli kitab terhadap Rasulullah Saw.
اَمْ
يَحْسُدُوْنَ النَّاسَ عَلٰى مَآ اٰتٰىهُمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖۚ
Artinya : “Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad)
karena karunia yang telah diberikan Allah kepadanya ?” (QS: an-Nisa: 54)
Demikian juga Rasulullah Saw menyebut dengan jelas
agar siapapun menghindari penyakit hati ini :
اِياَّ كُم
وَالحَسَدَ فَاِنَّ الْحَسَدَ يَاْ كُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَاْ كُلُ النَّارُ
الحَطَبَ
Artinya: ”Jauhkanlah dirimu dari hasad karena sesungguhnya
hasud itu memakan kebaikan-kebaikan sebagaimana api memakan kayu-bakar.” (HR. Abu Dawud).
Hasad adalah kejahatan energi tersembunyi yang dapat
membahayakan manusia. Allah menyuruh kita untuk meminta perlindungan Allah
darinya : “Dan
dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki” (QS. Al-Falaq : 5)
Hasad dapat dianalogikan sebagai
suatu benda yang tidak terlihat secara kasat mata. Namun keberadaannya justru
memiliki pengaruh dan dampak yang luar biasa serta bahaya yang lebih ganas dibandingkan
dengan sesuatu yang dapat terlihat mata. Meski hasad tidak terlihat secara
kasat mata, namun efek terhadap jiwa dan tatanan sosial sangat nyata.
Secara Psikologi Hasad memiliki 5 dampak, diantaranya:
- Membentuk jiwa ( kufur nikmat) yang tidak mau mensyukuri atas nikmat yang diberikan oleh lAllah.
- Menyiksa diri sendiri karena hatinya tak tenang disebabkan munculnya rasa tidak nyaman atas kebahagian orang lain.
- Munculnya Ghiba, Fitnah dan sebagainya yang menimbulkan perpecahan keluarga dan ikatan persaudaraan sesama.
- Munculnya kebencian dan permusuhan yang dapat menimbulkan kerusakan dalam jangka yang tak terbatas.
- Penghasut sifat setan dari kalangan manusia.
Imam Ahmad dan at-Tirmidzi meriwayatkan hadits dari az-Zubair
bin al-Awwam ra dari Nabi Saw, beliau bersabda:
دَبَّ
إِلَيْكُمْ دَاءُ الْأُمَمِ قَبْلَكُمْ: اَلْحَسَدُ وَالْبَغْضَاءُ ،
وَالْبَغْضَاءُ هِيَ الْحَالِقَةُ ، حَالِقَةُ الدِّيْنِ لاَ حَالِقَةُ الشَّعْرِ،
وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ تُؤْمِنُوْا حَتَّى تَحَابُّوْا،
أَفَلاَ أُنَبِّئُكُمْ بِشَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوْهُ تَحَابَبْتُمْ ؟ أَفْشُوا
السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ
Artinya : “Penyakit umat-umat sebelum kalian telah menyerang
kalian yaitu dengki dan benci. Benci adalah pemotong; pemotong agama dan bukan
pemotong rambut. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, kalian
tidak beriman hingga kalian saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan
sesuatu yang jika kalian kerjakan maka kalian saling mencintai ? Sebarkanlah
salam diantara kalian.” (HR. Tirmizi)
Sifat hasad (dengki), Al-Ghazali pernah berkisah tentang bahayanya kepada orang lain. Hasad adalah sikap batin yang tidak senang terhadap kebahagiaan orang lain dan berusaha untuk menghilangkannya dari orang tersebut. Menurutnya, hasad adalah cabang dari syukh, yaitu sikap batin yang bakhil untuk berbuat baik.
BACA JUGA : Sifat Manusia Ketika Hasad
Syaikh Musthafa Al-‘Adawi hafizhahullah, Berkata :
الحَسَدُ هُوَ تَمَنَّى
زَوَالَ النِّعْمَةِ عَنْ صَاحِبِهَا
“Hasad adalah menginginkan hilangnya
nikmat yang ada pada orang lain.”(At-Tashiil li Ta’wil At-Tanziil Juz
‘Amma fii Sual wa Jawab, hlm. 720)
Hasad atau dengki adalah
menginginkan nikmat yang dimiliki orang lain dan menghendaki nikmat tersebut
berpindah kepada dirinya. Hasad berawal dari sikap tidak menerima nikmat yang
diberikan Allah kepadanya, karena ia melihat orang lain diberi nikmat yang
dianggap lebih besar. Hasad pun bisa timbul bila seseorang menganggap dirinya
lebih berhak mendapatkan nikmat dibanding orang lain.
Pada hakikatnya, penyakit ini mengakibatkan si
penderita tidak rela atas qadha’ dan qadar Allah, sebagaimana perkataan Ibnul
Qayyim RA : “Sesungguhnya hakikat hasad adalah bagian dari sikap menentang
Allah karena ia (membuat si penderita) benci kepada nikmat Allah atas hamba-Nya
; padahal Allah menginginkan nikmat tersebut untuknya. Hasad juga membuatnya
senang dengan hilangnya nikmat tersebut dari saudaranya, padahal Allah benci
jika nikmat itu hilang dari saudaranya. Jadi, hasad itu hakikatnya menentang
qadha’ dan qadar Allah”. (Al-Fawa’id, hal. 157).
Dampak hasad sungguh luar biasa. Hasad bisa
menghancurkan seluruh catatan amal saleh. Hasad pun bisa menimbulkan kebencian,
sehingga ia sulit berbuat kebaikan pada orang yang ia dengki. Pada saat yang
sama ia pun akan sulit menerima kebaikan yang diberikan orang itu.
Orang yang hasad akan sangat lelah. Sebab ia tidak
pernah puas dengan nikmat yang telah Allah karuniakan. Pikiran dan hatinya
menjadi tumpul karena selalu memikirkan dan cemburu atas kenikmatan orang lain.
Bila hasadnya memuncak akan mendorongnya untuk berbuat apapun dengan
menghilangkan kenikmatan orang lain, termasuk mencuri, memfitnah, bahkan
membunuhnya. Dampak terpaling besar adalah hancurnya tali persaudaraan dan
tumbuh suburnya kebencian.
BACA JUGA : Sifat Manusia Ketika Hasad
Dikisahkan, ada seorang raja
memerintah di suatu negeri. Pada suatu hari seseorang datang ke istananya dan
menasehati Raja, “Balaslah orang yang berbuat baik karena kebaikan yang ia
lakukan kepada Baginda. Tetapi jangan hiraukan orang yang berbuat dengki pada
Baginda, karena kedengkian itu sudah cukup untuk mencelakakan dirinya.” Maksud
orang itu, hendaknya kita membalas kebaikan orang yang berbuat baik pada kita,
namun kita jangan membalas orang yang berbuat dengki dengan kedengkian lagi.
Cukup kita biarkan saja.
Hadir di istana itu, seorang yang pendengki. Sesaat
setelah orang memberi nasehat pergi, ia menghadap raja dan berkata, “Tadi orang
itu berbicara padaku, bahwa mulut Baginda bau. Jika Baginda tak percaya,
panggillah lagi orang itu esok hari. Jika ia menutup mulutnya, itu pertanda
bahwa ia menghindari bau mulut Paduka.” Raja tersinggung dan berjanji akan
memanggil si pemberi nasehat esok hari.
Sebelum orang itu dipanggil, si pendengki
menghampirinya terlebih dahulu dan mengundangnya untuk makan bersama. Si pendengki
memberi orang itu banyak bawang dan makanan yang berbau tajam, sehingga mulut
si penasehat menjadi bau. Keesokan harinya ia dipanggil Raja dan kembali
memberikan nasehat yang sama. Raja lalu berkata, “Kemarilah engkau mendekat.”
Orang yang telah memakan banyak bawang itu lalu mendekati Raja dan menutupi
mulutnya sendiri karena khawatir aroma mulutnya akan mengganggu sang Raja.
Melihat orang itu menutupi mulutnya, Raja pun
berkesimpulan bahwa orang ini sedang bermaksud untuk menghina dirinya. Sang
Raja lalu menulis surat dan memberikannya pada orang itu. “Bawalah surat ini
kepada salah seorang menteriku,” ucap Raja, “Niscaya ia akan memberimu hadiah.”
Sebetulnya surat yang ditulis Raja ini bukanlah surat
untuk pemberian hadiah. Raja sangat tersinggung, karena itu ia menulis dalam
surat itu, “Hai menteriku, jika engkau bertemu dengan orang yang membawa surat
ini, penggallah kepalanya. Kemudian bawalah kepala orang ini ke hadapanku.”
Pergilah si pemberi nasehat itu dari istana. Di pintu
keluar, ia bertemu dengan si pendengki. “Apa yang dilakukan baginda kepadamu?”
Pendengki ingin tahu. “Raja menjanjikanku hadiah dari salah seorang
menterinya,” ujar si pemberi nasehat seraya memperlihatkan surat dari Raja.
“Kalau begitu biar aku yang membawanya,” kata si pendengki. Akhirnya, orang
yang pendengki itulah yang celaka dan mendapat hukuman mati.
Dari uraian tersebut menunjukkan bahwa hasad atau dengki memang betul-betul musuh orang-orang beriman, dan salah satu obat yang dapat menetralisirnya adalah memperbanyak syukur atas nikmat yang kita peroleh, sekecil apapun, untuk menjaga keseimbangan hidup. Bukankah Allah telah menjanjikan bahwa semakin banyak kita bersyukur kepada-Nya, justru Allah akan menambah kenikmatan hingga tak terbatas.
Allah SWT Berfirman :
وَاِذْ
تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ
اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ
Artinya : “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (QS: Ibrahim: 7)
0 komentar:
Posting Komentar
Bila ada yang tidak di mengerti, Silahkan berkomentar. Kami menerima kritik, sarannya dengan sopan, tertib yang bersifat membangun. Terima - Kasih