Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Istilah khodam berasal dari kata Khodim [arab: خادم] yang artinya
pembantu. Jin khodam berarti jin pembantu. Orang jawa bilang, prewangan.
Disebut khodam, karena jin ini berinteraksi dengan rekan dekatnya di
kalangan manusia, dan sedia untuk membantunya. Sehingga terkadang dia
bisa melakukan hal-hal yang tidak bisa dilakukan oleh umumnya manusia.
Tentu saja, dengan bantuan jin prewangan yang menjadi rekannya.
Realita tentang jin yang patut kita waspadai adalah mereka bisa melihat kita, namun kita tidak bisa melihat mereka.
Allah berfirman :
Realita tentang jin yang patut kita waspadai adalah mereka bisa melihat kita, namun kita tidak bisa melihat mereka.
Allah berfirman :
إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْ
“Sesungguhnya iblis dan para pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat
yang (di sana) kamu tidak bisa melihat mereka…” (QS. Al-A’raf: 27)
Dipihak lain, jin memiliki tipikal pendusta. Dia bisa mengaku ingin
menjadi teman manusia, mengaku mau membantu manusia, namun sejatinya dia
ingin menipunya.
Ketika Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ditugasi
oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menjaga makanan
zakat, malam harinya ada jin yang berubah ujud jadi orang remaja dan
mencuri. Ketika ditangkap dan hendak dilaporkan kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, dia berusaha memelas dan berjanji tidak akan kembali.
Tapi dia dusta, dia tetap kembali, hingga terjadi selama 3 malam. Di malam ketiga, Abu Hurairah tidak memberi ampun dan akan dilaporkan kepada Rasulullah. Setelah diajari bacaan ayat kursi, Abu Hurairah melepaskannya. Pagi harinya, kejadian ini beliau sampaikan kepada Rasulullah, lalu beliau bersabda,
أَمَا إِنَّهُ قَدْ صَدَقَكَ وَهُوَ كَذُوبٌ
Kali ini dia benar, meskipun aslinya dia pendusta.” (HR. Bukhari 2311).
Al-Hafidz Ibnu Hajar ketika menjelaskan kalimat dalam hadis ini, beliau mengatakan :
Al-Hafidz Ibnu Hajar ketika menjelaskan kalimat dalam hadis ini, beliau mengatakan :
أن الشيطان من شأنه أن يكذب
“Bahwa setan (dari golongan jin), memiliki hobi berdusta.” (Fathul Bari, 4/489)
Bisa anda bayangkan, tipikal pendusta, bisa melihat manusia, tapi
manusia tidak bisa melihat mereka. Kemudian ada manusia yang bekerja
sama dengan mereka.
Potensi jin ini untuk menipu manusia yang
menjadi rekannya tentu saja sangat besar. Karena itu, seharusnya makhluk
seperti ini dihindari, dijauhi, diwaspadai. Bukan malah didekati dan
diajak kerja sama. Maka sungguh aneh ketika ada orang yang begitu
berharap bisa bekerja sama dengan jin.
Kita kembali pada JIN KHODAM.
Orang menyebut jin ini pembantu manusia. Benarkah anggapan ini ?
Siapa yang sejatinya dibantu, si jin ataukah manusia ?
Siapa yang sejatinya lebih berkuasa, si jin ataukah manusia ?
Tidak ada yang gratis,
apalagi ketika berhadapan dengan karakter penipu. Mustahil si jin ini
mau membantu secara cuma-cuma. Pasti ada udang dibalik batu. Jin ini mau
membantu, karena manusia mau mengabdi kepada jin. Sehingga siapa yang
sejatinya diuntungkan ?Jawabannya si jin.
Dia yang lebih berkuasa dari manusia, sementara manusia selalu bergantung kepada jin.
Tidak Ada Manusia yang Menguasai Jin, selain Sulaiman Allah kisahkan dalam Al-Quran, salah satu doa Sulaiman,
Tidak Ada Manusia yang Menguasai Jin, selain Sulaiman Allah kisahkan dalam Al-Quran, salah satu doa Sulaiman,
قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ بَعْدِي إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
Sulaiman berdoa: “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku
kekuasaan yang tidak dimiliki oleh seorangpun sesudahku, Sesungguhnya
Engkaulah yang Maha Pemberi” (QS. Shad: 35)
Salah satu diantara kekuasaan Nabi Sulaiman, yang tidak mungkin dimiliki orang lain adalah bisa mengendalikan dan menguasai jin. Sehingga semua jin menjadi tunduk dan patuh kepada Nabi Sulaiman.
Bahkan Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam sendiri tidak mau melangkahi doa Nabi Sulaiman ini.
Suatu ketika, pada saat mengimami shalat, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam melakukan gerakan yang berbeda di luar kebiasaannya. Pagi
harinya, Beliau menceritakan,
إِنَّ عِفْرِيتًا مِنَ الجِنِّ
تَفَلَّتَ عَلَيَّ البَارِحَةَ لِيَقْطَعَ عَلَيَّ الصَّلاَةَ،
فَأَمْكَنَنِي اللَّهُ مِنْهُ، فَأَرَدْتُ أَنْ أَرْبِطَهُ إِلَى سَارِيَةٍ
مِنْ سَوَارِي المَسْجِدِ حَتَّى تُصْبِحُوا وَتَنْظُرُوا إِلَيْهِ
كُلُّكُمْ، فَذَكَرْتُ قَوْلَ أَخِي سُلَيْمَانَ: رَبِّ هَبْ لِي مُلْكًا
لاَ يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ بَعْدِي فَرَدَّهُ خَاسِئًا
Sesungguhnya jin ifrit menampakkan diri kepadaku tadi malam, untuk
mengganggu shalatku. Kemudian Allah memberikan kemampuan kepadakku untuk
memegangnya. Aku ingin untuk mengikatnya di salah satu tiang masjid,
sehingga pagi harinya kalian semua bisa melihatnya.
Namun saya teringat doa saudaraku Sulaiman: “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kekuasaan yang tidak dimiliki oleh seorangpun sesudahku.” Kemudian beliau melepaskan jin itu dalam keadaan terhina.(HR. Bukhari 461 & Muslim 541).
Namun saya teringat doa saudaraku Sulaiman: “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kekuasaan yang tidak dimiliki oleh seorangpun sesudahku.” Kemudian beliau melepaskan jin itu dalam keadaan terhina.(HR. Bukhari 461 & Muslim 541).
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidak mau mengikat jin itu di tiang masjid, karena jika itu
beliau lakukan berarti beliau telah menguasai jin, yang itu menjadi
keistimewaan Nabi Sulaiman. Karena teringat doa Sulaiman, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam melepaskan jin itu, padahal jika beliau
mau, beliau mampu.
Oleh : Abd. Mulk Bassaef
0 komentar:
Posting Komentar
Bila ada yang tidak di mengerti, Silahkan berkomentar. Kami menerima kritik, sarannya dengan sopan, tertib yang bersifat membangun. Terima - Kasih